Suara.com – PT Pertamina (Persero) akhirnya menaikkan harga jual BBM Pertamax dari Rp 9.000 menjadi Rp 12.500 per liter awal April ini, meski harganya naik perusahaan migas plat merah tersebut disinyalir masih akan tetap tekor menjual dengan harga tersebut.
Hal tersebut dikatakan ekonom senior sekaligus mantan Menteri Keuangan Chatib Basri dalam sebuah diskusi virtual bertajuk Macroeconomic Update 2022 pada Senin (4/4/2022).
Chatib memiliki alasan kenapa Pertamina tetap merugi menjual Pertamax dengan harga tersebut, menurutnya harga saat ini masih jauh dari nilai keekonomian.
“Jadi kalau harga keekonomian nya Rp16.000 per liter ditaruh harganya di Rp12.500 per liter oleh Pertamina, maka Pertamina harus tetap nombok di situ,” papar Chatib.
Baca Juga:
Demo Tolak Kenaikan Harga Pertamax Sempat Memanas, Mahasiswa Nyaris Baku Hantam dengan Polisi
Ketika tetap nombok lanjut Chatib, Pertamina dipastikan akan datang ke Kementerian Keuangan untuk meminta tambahan anggaran subsidi untuk menutupi selisih harga tersebut.
“Nanti akan bilang ini kalau uangnya receivable-nya nggak dibayar kita nggak bisa distribusi BBM nih. Akibatnya ujungnya, tetap subsidinya ditanggung oleh pemerintah Kementerian Keuangan,” kata dia.
Sebaliknya kata dia jika harga Pertamax sesuai harga keekonomian di Rp16 ribu per liter, beban subsidi-nya mengalami penurunan.
Namun hal tersebut tentunya berisiko mengingat gap harga Pertamax dan Pertalite yang sangat jomplang.
“Kalau gap harga dari Pertamax terhadap Pertalite yang disubsidi menjadi besar, orang akan pindah kepada Pertalite,” katanya.
Baca Juga:
Punya Piutang Rp100 Triliun pada Pertamina, Pemerintah Diminta Tunda Proyek Strategis
Sementara Pertalite merupakan BBM yang disubsidi. Hal itu dapat menimbulkan over kuota, yang menyebabkan orang akan mengkonsumsi Pertalite. Jika begitu, maka, beban subsidi untuk Pertalite akan naik.