Benteng Bukit Tajadi atau biasa disebut juga dengan Benteng Bonjol merupakan sebuah benteng pertahanan yang digunakan melindungi diri dari serangan Belanda. Benteng tersebut juga menjadi saksi atas perjuangan dari pahlawan nasional yaitu Tuanku Imam Bonjol.
Lokasi Benteng Bukit Tajadi / Benteng Bonjol
Lokasi dari destinasi wisata sejarah ini terletak di kampung caniago, ganggo hilie, Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat. Lokasi tersebut merupakan kompleks daerah paling bersejarah yang kini diabadikan ke dalam wilayah destinasi wisata sejarah.
Cara menuju ke destinasi Benteng Bukit Tajadi ini sangat mudah sebab lokasi sangat strategis dan mudah dijangkau. Terlebih lagi dengan adanya akses trans Sumatera HWY Jl Bukittinggi – Padang Sidempuan.
Sehingga tidak perlu lagi mencari – cari arah jalan yang dapat menuju ke destinasi wisata tersebut. Cukup dengan menelusuri jalur Trans Sumatera HWY. Untuk lebih memudahkan lagi, dapat menggunakan panduan arah dari Google map. Untuk kata kunci yang digunakan yaitu Benteng Pertahanan Tuanku Imam Bonjol.
Dalam record Google map, benteng ini bernama Benteng Imam Bonjol. Terlebih lagi benteng tersebut juga lebih populer sebagai Benteng Bonjol daripada Benteng Tajadi. Sebab dengan nama tersebut, sekaligus selalu mengingat salah satu pahlawan nasional yang gugur dalam perlawanan.
Deskripsi Benteng Pertahanan Tuanku Imam Bonjol / Benteng Bukit Tajadi
Benteng Bukit Tajadi merupakan sebuah bukit dengan panjang ±1 km. Bukit tersebut mempunyai topografi tanah yang berundak – undak dengan 2 lapis. Ketinggian dari tanah benteng sebesar 400 – 500 meter.
Bukit tersebut mempunyai sudut kemiringan yang cukup terjal, bahkan mencapai lebih dari 45 derajat.
Kondisi benteng pun hanya berupa area bukit yang telah dibentuk sebagai basecamp atau benteng pertahanan sekaligus menjadi benteng penyerangan. Setiap sisi dinding bukit bagian atas dipenuhi dengan jajaran bambu berduri yang tertanam di dalam tanah. Fungsi dari bambu tersebut supaya musuh sulit untuk menembus dinding benteng tersebut.
Sedangkan pada bagian bawah Benteng Bukit Tajadi terbuat dari batuan besar yang sangat kuat dan kokoh. Pada bagian tengah dan sebagai pemisah benteng, terdapat parit dengan lebar ± 4 meter.
Di depan parit tersebut terdapat ratusan senjata tradisional yang digunakan untuk menyerang. Senjata tersebut terbuat dari bambu. Lebih dikenal dengan sebutan meriam bambu.
Selain jajaran meriam bambu, di benteng tersebut juga terdapat meriam kaliber dengan besar 12 pon. Meriam tersebut dilengkapi dengan roda kayu. Roda kayu dari meriam berbentuk bulat utuh tanpa ruji / kerangka roda.
Ada keunikan dari meriam kaliber yang digunakan oleh Tuanku Imam Bonjol. Peluru meriam tidak menggunakan peluru kaliber seperti pada umumnya. Tetapi menggunakan batu sebagai pengganti peluru tersebut. Hal ini mungkin cukup konyol, namun hasil dari tembakan peluru batu juga bekerja dengan baik seperti peluru meriam pada umumnya.
Kondisi Benteng Bukit Tajadi Tuanku Imam Bonjol Saat Ini
Kondisi Benteng Tajadi ini masih utuh seperti kondisi benteng pada saat itu. Bahkan seluruh pertahanan dan juga peralatan perang masih terjaga dengan baik dan awet. Lalu juga tidak rapuh seiring dengan termakan usia dan juga cuaca. Meskipun kondisi senjata terlihat kusam.
Selain menyaksikan secara langsung benteng pertahanan, pengunjung juga dapat mencoba salah satu senjata yang ada, senjata meriam bambu. Keunikan dari senjata tersebut memang masih berfungsi seperti dahulu.
Dengan mencoba senjata tersebut, pengunjung dapat mengetahui secara langsung bagaimana cara untuk menggunakan senjata tradisional tersebut.
Benteng Bukit Tajadi tersebut dipenuhi dengan jalan setapak yang telah di beton. Sehingga menjadi cukup mudah untuk mendaki benteng tersebut.
Sekilas Mengenai Perang dunia Padri
Perang Padri merupakan suatu serangan perlawanan terhadap Belanda yang dipimpin secara langsung oleh Tuanku Imam Bonjol. Berdasarkan hasil dari laporan jenderal Belanda Van den Bosch pada 21 september 1833, Belanda mengalami beberapa kegagalan dalam menembus Benteng Tajadi tersebut.
Hal tersebut membuat Belanda tidak dapat melakukan perlawanan apapun. Kaum Padri pun gagal dilumpuhkan. Padahal kaum Padri menggunakan senjata tradisional. Sedangkan Belanda telah menggunakan senjata yang lebih modern pada masa itu. Belanda pun tidak diam begitu saja dan terus mencoba untuk meluncurkan berbagai operasi militer.
Pada tanggal 21 april 1835, Belanda kembali melancarkan operasi militer terhadap kaum Padri. Operasi militer tersebut dipimpin oleh Letnan Kolonel Bauer.
Tepat pada tengah malam, tanggal 16 juni 1835, Belanda berhasil mendaki Benteng Tajadi. Tetapi tidak sampai puncak dan hanya dapat mendaki sebesar 250 kaki.
Awal september 1835, Belanda berhasil mendaki hingga ke puncak dan mempunyai peluang untuk melumpuhkan kaum Padri. Sayangnya pasukan Belanda mendapatkan serangan secara tiba – tiba oleh kaum Padri.
Kaum Padri bukan hanya menyerbu pasukan Belanda. Tetapi seluruh pertahanan Belanda yang berada di sekitar Bukit Tajadi pun juga berhasil dihancurkan. Operasi militer tersebut juga menjadi operasi militer yang gagal.
Karena pasukan Belanda selalu mengalami kegagalan dalam melumpuhkan kaum Padri, pihak militer Belanda pun mengirimkan seorang jenderal baru. Jenderal tersebut adalah Dominique Jacques De Eerens. Jenderal baru tersebut kemudian memutuskan bahwa mayor jenderal Cochius sebagai perwira tinggi pasukan militer Belanda.
Pada tanggal 16 maret 1837, Belanda kembali bergerak dan meluncurkan operasi militer untuk melumpuhkan kaum Padri. Operasi militer tersebut sedikit berbeda dengan operasi militer sebelumnya, Belanda pun secara perlahan dan berhati – hati melumpuhkan benteng sedikit demi sedikit.
15 agustus 1837, Belanda berhasil melumpuhkan Benteng Tajadi seutuhnya. Untuk operasi militer kali ini telah mengalami keberhasilan. Pasukan kaum Padri yang selamat dan lain Tuanku Imam Bonjol berhasil meloloskan diri dan kabur ke suatu tempat.
Dengan kondisi seluruh kaum Padri yang tidak memungkinkan untuk melakukan perlawanan, Tuanku Imam Bonjol pun memerintahkan mereka untuk kembali ke kampung halaman masing – masing.
Sementara Tuanku Imam Bonjol memutuskan untuk menyerah dan tidak berniat untuk merencanakan peperangan apapun. Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol pun memutuskan untuk melakukan konsolidasi dengan Belanda dan secara sukarela menyerahkan diri kepada Belanda.
Tuanku Imam Bonjol pun mempunyai suatu permintaan khusus terhadap Belanda. Permintaan tersebut supaya sang anak Naali Sutan Chaniago menjadi bagian pejabat kolonial Belanda. Sang anak sangat berbakti terhadap sang ayah dan selalu mengikuti berbagai macam perang yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol sendiri.
23 Januari 1838, Tuanku Imam Bonjol dibuang ke Cianjur. Lalu sekitar akhir tahun 1838 dipindahkan ke kembali ke Ambon. Kemudian pada akhirnya 19 Januari 1839 dipindahkan ke Lotta, Minahasa.
Tuanku Imam Bonjol pun mengalami masa pembuangan di daerah Minahasa tersebut selama ±27 tahun. Hingga pada akhirnya 18 november 1864, Tuanku Imam Bonjol meninggal dunia. Pemakaman Tuanku Imam Bonjol pun ditempatkan di daerah tersebut.
Selama hidupnya, Tuanku Imam Bonjol menyempatkan diri dengan menulis autobiografi. Hal yang dia tulis sangat mendalam dan terutama berlangsung suasana perang Padri.
Itulah review lengkap mengenai Benteng Tajadi kenangan dari salah satu pahlawan nasional Tuanku Imam Bonjol. Destinasi wisata tersebut pun juga merupakan saksi perjuangan bangsa dalam rangka menentang penjajahan.