Kementerian Perindustrian secara berkesinambungan mencari solusi penurunan emisi gas buang pada mesin pembakaran internal (Internal Combustion Engine atau ICE), salah satunya dengan penggunaan bioaditif bahan bakar minyak (BBM) berbasis minyak atsiri.
“Bioaditif berfungsi untuk menyempurnakan pembakaran BBM di dalam ruang bakar mesin sehingga dapat mengurangi emisi gas buang dengan menstabilkan kepadatan dan memperbaiki atomisasi bahan bakar sehingga menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna, lebih bersih, efisien, serta mengurangi konsumsi BBM,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika.
Dirjen Industri Agro menegaskan bahwa pihaknya telah memfasilitasi penyusunan standar mutu produk bioaditif melalui SNI Nomor 8744:2019 Bioaditif berbasis minyak atsiri untuk bahan bakar motor diesel.
“Ini adalah langkah penting dalam memastikan bahwa produk bioaditif berbasis minyak atsiri memenuhi standar mutu dan kompatibilitas sesuai yang ditetapkan,” tambahnya, saat menerima audiensi ketua dan pengurus Perkumpulan Bioaditif Berbasis Minyak Atsiri Indonesia beberapa waktu lalu.
Ketua Perkumpulan Bioaditif Berbasis Minyak Atsiri Indonesia, Raeti menyampaikan data hasil pengujian produk bioaditif BBM minyak atsiri oleh laboratorium pengujian (Trakindo, Petrolab dan LEMIGAS) masing-masing untuk alat berat, mesin diesel statis (genset) dan kendaraan bermotor diesel.
Hasil uji menunjukkan bahwa penggunaan bioaditif mampu menurunkan emisi karbon (COx) hingga 83,78 persen, emisi nitrogen (NOx) hingga 85,22 persen, kadar pengotor partikel (4 mikron, 6 mikron, dan 10 mikron) hingga 80-85 persen, dan penurunan kadar air (moisture) pada bahan bakar hingga 10,52 persen.
Sebenarnya produk Bioaditif BBM telah dikembangkan sejak tahun 1990an dan telah dijual secara ‘business-to-business’ sejak tahun 2006 untuk sektor industri, pertambangan, termasuk sektor komersial lainnya dengan kinerja yang baik. Produk bioaditif BBM berasal dari bahan organik minyak atsiri yang 100 persen dibudidayakan oleh petani lokal dan diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi.
“Penggunaan Bioaditif BBM hanya sebanyak 1 per mili (1 per seribu) bagian dari volume BBM, dengan cara diteteskan ke dalam tangki bahan bakar tanpa proses atau peralatan blending khusus,” tutur Raeti.
Putu menambahkan bahwa produk aditif BBM bukanlah hal baru. Beberapa negara seperti Jerman, Amerika, dan Australia telah mengembangkan produk aditif BBM berbasis petroleum. Sehingga Indonesia sangat potensial untuk mengembangkan aditif BBM berbasis bahan baku organik dengan harga yang kompetitif dan berkelanjutan.