Bicara Mazda Roadpacer, tidak bisa dilepas dari kisah ‘main mata’ antara General Motors dan Mazda di era 1970-an. Didesak kebutuhan, keduanya lalu sepakat membuat perjanjian, yang satu sediakan mesin, lainnya siapkan mobil. Hasilnya berantakan.
Idenya sebetulnya menarik. Mazda punya kemampuan untuk memaksimalkan mesin rotary yang kerap dipandang sebelah mata karena soal ketahanan dan konsumsi BBM. Selain itu, lini produk mereka hampir mencakup semua segmen. Namun pabrikan Jepang itu perlu mobil mewah untuk masuk di pasaran lokal, mengganjal dominasi Toyota Century atau Nissan President. Dan Mitsubishi dengan Debonair-nya yang aneh.
Seperti biasa, bikin mobil dari nol akan menyedot sumber daya besar. Mazda tidak punya itu. Datanglah ‘sang penolong’, General Motors (GM) dengan Holden. Jangan lupa, Holden adalah merek yang dipegang oleh GM di Australia.
Mereka menawarkan Holden Premiere untuk diganti logo menjadi Mazda. Imbal baliknya, Mazda menyediakan mesin rotary. Rencananya, mesin antik ini akan dipasang di Chevrolet Corvette bermesin tengah. Iya, Corvette.
Untuk yang belum tahu, Holden Premiere adalah sedan besar bermesin enam silinder yang juga sukses di Indonesia pada masanya. Perjanjian kemudian disetujui, lahirlah Mazda Roadpacer pada tahun 1975. Sedangkan Corvette rotary tidak pernah termaterialisasi.
Mazda, dengan segala filosofi yang mereka punya, mewajibkan mobil ini jadi pilihan kaum menengah ke atas. Terutama mereka yang pekerjaannya sebagai pejabat tengah di pemerintahan. Makanya fiturnya hebat.
Ada central lock otomotis yang akan bekerja saat mobil berjalan lebih dari 10 km/jam. AC dual zone, radio tape yang bisa dikendalikan dari belakang atau depan. Tidak lupa, karena ini untuk pejabat, ada alat pendiktean. Hebat, kan?
Dengan segala kelengkapan itu, harga Mazda Roadpacer juga fantastis. Sekitar 3,8 juta yen di tahun tersebut. Untuk perbandingan, Holden Premiere yang jadi basisnya, harganya setara 1,6 juta yen.
Untuk penggerak Mazda punya ide lain. “Bagaimana kalau mobilnya kita pasang mesin rotary?” Mungkin itu ide yang ada di kepala tim perencanaan Mazda. Mungkin karena mereka lumayan sukses dengan mesin ini. Plus, supaya bukan cuma dianggap mobil rebagdge.
Jadilah mereka menanamkan penggerak rotary 13B. Coba bayangkan mesin tanpa piston yang ringkas, dipasang di Holden dengan moncong besar. Itu ruang mesin bisa terlihat sangat lowong. Tapi itu bukan masalah utama.
Mesin 13B memiliki kapasitas 1,3 liter dengan tenaga puncak 130 hp. Torsi puncaknya 138 Nm. Bandingkan dengan bobot Premier yang 1.575 kg. Rasio bobot tenaganya 0,037 hp/kg. Atau 37 hp per ton. Loyo.
Mazda yang melahirkan mobil ini dengan dasar argumen untuk jadi mobil irit di tengah krisis minyak, juga gagal memenuhi hal tersebut. Padahal AP di belakang Roadpacer adalah singkatan dari Anti Polution. Beberapa referensi yang kami dapatkan, konsumsi BBM-nya sekitar 3,8 liter/km.
Mobil mewah dengan fitur lengkap, tapi performa loyo dan konsumsi BBM bagaikan keran bocor. Siapa yang mau? Apalagi, kehadiran dan peruntukannya tidak tepat.
Mazda Roadpacer hadir saat dunia sedang kena krisis minyak bumi. Target marketnya pejabat negara kelas menengah ke atas, tapi harga macam kendaraan untuk bos perusahaan multinasional.
Jangan lupa juga, ini basisnya Holden Premiere. Untuk jalanan di Jepang, ukuran mobil ini masif. Yang mau mengendarai juga malas.
Akhirnya, Roadpacer mati muda. Lahir tahun 1975, dua tahun kemudian produksinya dihentikan. Total, 800 unit berhasil dijual. Yang menarik, Mazda Roadpacer bukan satu-satunya mobil rebadge dari Holden yang dipasarkan di Jepang. Satu lagi adalah Isuzu Statesman De Ville. Kami akan ceritakan lagi nanti.
Foto: Wheelsage