Suara.com – Raja properti China, Evergrande mengumumkan kebangkrutan pada Kamis (18/8/2023) setelah perusahaan menghadapi masalah keuangan yang pelik hingga terlilit utang hampir Rp5.000 triliun.
Efek kebangkrutan Evergrande China ke Indonesia sebenarnya tak terlalu signifikan. Hanya saja kemungkinan tetap bakal muncul sentimen negatif di mata calon investor karena kejadian serupa bisa terjadi di mana saja. Investor pada umumnya akan sedikit menahan diri untuk tak terburu-buru melakukan langkah investasi.
Hal ini juga bakal berdampak pada sektor perbankan. Pelambatan kredit sektor properti bisa saja terjadi akibat pelambatan investasi. Namun, kebutuhan perumahan untuk kelas menengah ke bawah diprediksi akan tetap stabil mengingat masih tingginya permintaan perumahan.
Seperti diketahui, Evergrande mengalami gagal bayar sebesar US$ 340 miliar yang sudah jatuh tempo. Evergrande pun mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 15, yang memungkinkan pengadilan AS untuk turun tangan ketika kasus kebangkrutan melibatkan negara lain. Bab 15 kebangkrutan dimaksudkan untuk membantu mempromosikan kerja sama antara pengadilan AS, debitur, dan pengadilan negara lain yang terlibat dalam proses kebangkrutan lintas batas.
Baca Juga:Debut di Serie A Italia, Pemain Keturunan Indonesia Langsung Sumbang Assist Bareng AC Milan
Sektor real estat China telah lama dilihat sebagai mesin pertumbuhan vital di ekonomi terbesar kedua di dunia dan menyumbang sebanyak 30% dari PDB negara tersebut. Tetapi default Evergrande tahun 2021 mengirimkan gelombang kejutan melalui pasar properti China, merusak pemilik rumah dan sistem keuangan di negara itu.
Gagal bayar perusahaan terjadi setelah Beijing mulai menindak pinjaman berlebihan oleh pengembang dalam upaya untuk mengendalikan harga perumahan yang melonjak.
Evergrande sendiri adalah perusahaan besar dengan lebih dari 1.300 proyek real estat di lebih dari 280 kota. Perusahaan itu juga memiliki beberapa bisnis non-real estate, termasuk bisnis kendaraan listrik, bisnis perawatan kesehatan, dan bisnis taman hiburan.
Saat ini, mereka memiliki delapan anak usaha. Mulai dari Evergrande Real Estate, Evergrande New Energy Auto, Evergrande Fairyland, Evergrande Health, dan Evergrande Spring, Evergrande Property Services, HengTen Networks, hingga FCB. Sinyal kebangkrutan mulai terendus pada 2021 lalu. Saat itu, mereka harus membayar bunga atas pinjaman bank.
Pembayaran bunga dengan total lebih dari USD 100 juta atau sekitar Rp1,4 triliun itu akan jatuh tempo. Evergrande juga menyebut penjualan aset tidak bisa melunasi utang yang mencapai USD 300 miliar atau sekitar Rp4.900 triliun.
Baca Juga:Blak-blakan Bos Garuda Soal Isu Merger dengan Pelita Air
Evergrande telah menjual seluruh saham di HengTen dengan diskon besar-besaran sebesar USD273,5 juta pada November 2021. Lalu, di awal tahun 2022, dilakukan penghancuran 39 bangunan milik mereka yang bergerak di pengembangan resor.