“RUU Kesehatan sulit diterima oleh para ‘pemain’,” kata Budi Gunadi Sadikin dalam Podcabs “Rapor Pandemi hingga Polemik RUU Kesehatan” diikuti dalam jaringan di Jakarta, Senin.
Budi mengatakan RUU Kesehatan dibuat melalui inisiatif DPR RI karena pertimbangan pengalaman saat pandemi COVID-19 di mana tidak ada satupun negara di dunia yang siap. Begitu pun dengan kondisi Indonesia, yang Undang-Undang Kesehatan-nya sudah jauh tertinggal dengan negara lain.
“Begitu COVID-19, banyak yang mati karena obat-obatannya enggak siap, penelitian vaksinnya enggak siap, jumlah dokter di rumah sakit enggak siap. Itu realita yang kita hadapi,” katanya.
Baca juga: Menkes sebut pembahasan RUU Kesehatan untuk kepentingan masyarakat
“Teman-teman juga bisa merasakan, saya ngomong dengan banyak ‘pemain’, banyak dokter, banyak perawat. Mereka bilang gap kita dengan luar negeri jauh, itu sebabnya kenapa orang Indonesia ‘pindah’ (berobat-red) ke luar negeri,” kata Budi.
Ia mengatakan, Undang-Undang Kesehatan di Indonesia harus direvisi lewat transformasi kesehatan yang ditopang enam pilar layanan agar sistem kesehatan nasional lebih siap menghadapi pandemi di masa depan.
“Sistem kesehatan yang dimaksud tidak hanya rumah sakit dan dokter, tetapi juga ada layanan primer seperti puskesmas dan posyandu untuk mendidik masyarakat, farmasi dan alat kesehatan, obat-obatan produksi dalam negeri, pembiayaan, SDM, serta teknologi informasi dan bioteknologi kesehatan,” katanya.
Menurut Budi, RUU Kesehatan sudah dipersiapkan sejak Desember 2022 melalui peran serta masyarakat. Sosialisasi berlanjut pada agenda public hearing oleh pemerintah sejak Februari sampai akhir April 2023.
Baca juga: Menkes sebut RUU ibarat kompas menuju transformasi sistem kesehatan RI
Selama periode tersebut, Kemenkes telah menggelar 150 event mengundang 1.200 institusi, 7.000 tamu undangan hingga menghasilkan 6.000 masukan yang dipertimbangkan.
“Kemudian yang terakhir kemarin, RUU Kesehatan balik lagi ke Komisi IX DPR untuk dilakukan hal yang sama. Kalau saya lihat daftar hadir, semua organisasi profesi, stakeholder diundang. Kan ada YouTube yang bisa dilihat kapan saja,” katanya.
Menurut Budi, ketidakpuasan sejumlah pihak terhadap RUU Kesehatan merupakan hal yang wajar dalam diskusi dalam alam demokrasi.
Baca juga: Menkes: RUU mentransformasi layanan kesehatan yang lebih baik
“Kalau ada yang merasa, kok saya kasih seratus (masukan-red), tidak semuanya diterima, ya wajar. Kami lihat, dari seratus yang masuk akal cuma 50, DPR lihat yang masuk akal cuma 40. Diskusi itu terjadi,” katanya.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2023