Provinsi Bali adalah salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai banyak destinasi wisata dan sudah tersohor hingga ke telinga wisatawan mancanegara. Wisata di Bali mulai dari wisata bahari sebagai yang utamanya, wisata kuliner hingga wisata religi juga ada disana. Letak provinsi Bali secara geografis berada di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok dengan mayoritas penduduknya yaitu beragama Hindu.
Masyarakat di Bali biasanya menggunakan kebaya serta stagen yang membelit pinggul bagi para wanita dan bagi para pria biasanya mengenakan baju berupa kaos atau kemeja dengan dilengkapi udeng sebagai ikat kepala serta umpal sebagai selendang pengikat. Nilai budaya di Bali memang masih terjaga hingga kini sehingga tak heran bila wisatawan yang datang ke Bali selalu merasakan budaya Bali yang kental serta magis.
Dari segi pariwisata juga tak kalah tersohornya, Bali menjadi primadona pariwisata Indonesia dari dulu hingga kini. Lokasi wisata yang biasanya di datangi wisatawan mulai dari Kuta dan sekitarnya seperti Legian, Seminyak dan pada sisi timur seperti Sanur, pusat kota Ubud dan sisi selatan misalnya Jimbaran, Nusa Dua hingga Pecatu.
Namun dari berbagai tempat wisata yang sudah tersohor nampaknya kali ini bila kamu kelak berkunjung ke Bali harus mendatangi sebuah pura yang sakral dengan nilai – nilai histori dibaliknya. Setiap pura di Bali memang sakral dan memiliki kisahnya masing – masing tak terkecuali Pura Kebo Edan yang berada di daerah Tampaksiring, Kabupaten Gianyar.
Melihat namanya memang terkesan unik namun penamaan Kebo Edan ada pura ini tak sembarangan melainkan memiliki arti tertentu. Dinamakan Pura Kebo Edan karena di pura ini terdapat 2 buah arca kerbau yang saling mengamuk. Pura ini merupakan peninggalan Hindu kuno yang keberadaannya masih ada hingga sekarang.
Ketika kamu memasuki area pura maka akan terlihat jelas bahwa ada 2 bagian dari pura ini yaitu bagian jaba tengah dan jeroan. Jaba tengah bersifat setengah profan dan setengah sakral yang artinya profan pada hari – hari biasa dan sakral di hari tertentu dan untuk bisa masuk ke jaba tengah maka kamu harus melewati jalan di samping pura.
Di jaba tengah kamu akan melihat sepasang apit lawang (pintu masuk atau pelinggih), bale kul – kul, parentenan sebagai dapur utama untuk mempersiapkan ritual, panggungan sebagai tempat yang paling luas dan tempat digelarnya ritual atau pentas seni seperti tari Barong dan bagian terakhir dari jaba tengah adalah gudang.
Pada bagian ke dua yakni bagian jeroan atau halaman dalam yang sifatnya sakral dan menjadi tempat suci untuk bersembahyang, kamu akan melihat arca – arca kuno yang jumlahnya sekitar 55 buah serta peninggalan sejarah lainnya. Selain itu terdapat daya tarik pada bagian jeroan yaitu :
Kamu akan menemukan Arca Siwa Bhairawa setinggi 3,6 meter berwajah seram, berkacak pinggang, bentuknya tinggi dan besar sekilas terlihat seperti sedang menari di atas jenazah manusia. Arca ini diyakini sebagai perwujudan Siwa sebagai Bima.
Selain itu ada juga sepasang arca kerbau yang berwajah marah sedang menghadap ke arah Arca Siwa Bhairawa. Arca ini yang menjadi cikal bakal penamaan Pura Kebo Edan.
Kamu akan melihat arca yang kini sudah cukup populer di Bali dengan bentuk kepala gajah sebagai simbol Dewa Gana
Pelinggih atau padmasana Gelebeg digambarkan sebagai rasa syukur atas berkah panen, ternak, dll serta dipercaya sebagai tempat bersemayamnya dewi kesuburan yaitu Dewi Sri.
Bangunan ini menjadi daya tarik selanjutnya karena dipergunakan sebagai tempat para dewa tamu yang hadir saat upacara Odalan yang berhubungan langsung dengan Pura Kebo Edan.
Biasanya orang yang datang ke pura ini meminta taksu pendukunan, nunas taksu sebagai pendetan dan masih banyak lagi. Pura ini juga diyakini sebagai tempat berkembangnya ajaran Hindu Tantrayana di Bali yakni ajaran yang berfokus pada pemujaan sakti sebagai Ista Dewata nya.
Pura sakral ini berada di Desa Pejeng yang merupakan salah satu desa kuno di Tampaksiring, Gianyar, Bali tepatnya di jalan utama Denpasar – Tampaksiring. Bila memulai perjalanan dari Gianyar maka jarak yang akan kamu tempuh sekitar 6 km sedangkan bila dari Denpasar sekitar 25 km. Patokannya tak jauh dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali, hanya sekitar 160 meter saja.