Kelenteng merupakan tempat beribadah bagi umat Konghucu dan juga umat Buddha, di Indonesia pun keberadaannya cukup banyak. Bagi kamu umat Konghucu dan Buddha yang ingin beribadah ke kelenteng bisa datang ke salah satu kelenteng tertua di Jakarta Barat. Kelenteng ini dikenal dengan nama Kelenteng Jin De Yuan. Bagi kamu yang sekedar ingin berwisata untuk melihat kelenteng dan mengetahui sejarahnya pun bisa datang kesana. Kira-kira seperti apa kelenteng yang satu ini? Yuk, simak ulasan dari Wisato.id berikut ini!
Kelenteng Jin De Yuan berada di Petak Sembilan, Jalan Kemenangan III No.19, Glodok, Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat. Lebih tepatnya lokasi kelenteng berada dekat dengan Pasar Petak Sembilan. Kelenteng ini memiliki nama lain yaitu Kim Tek Le atau Wihara Dharma Bakti. Nama Kelenteng Jin De Yuan sendiri bila diartikan adalah kelenteng nasib baik.
Kelenteng Jin De Yuan sudah ada sejak tahun 1650 an. Itu artinya umur kelenteng sendiri sudah lebih dari 370 tahun. Sejarah awalnya kelenteng ini bernama Guo Xun Guan. Penamaan tersebut dimaksudkan untuk menghormati pendeta wanita umat Buddha yaitu Dewi Guan Yin. Lalu, nama kelenteng berubah menjadi nama pada saat ini diakibatkan karena adanya perusakan dan pembakaran sekitar tahun 1740.
Sama seperti bangunan kelenteng pada umumnya, kelenteng Jin De Yuan didominasi oleh warna merah, oranye dan kuning. Ada tambahan warna lain pada tiap sisi kelenteng yakni warna emas. Sesaat memasuki area kelenteng, umat akan melewati sebuah gapura utama. Gapura ini di cat dengan warna emas dan merah. Pada bagian atas gapura bertuliskan “Hian Tan Keng” lengkap beserta hanzi mandarinnya.
Kelenteng dengan luas 3.000 meter persegi ini memiliki tiga bangunan utama yang digunakan umat untuk beribadah. Bangunan pertama yakni kelenteng kecil atau semacam kelenteng pendahulu. Umat bisa mengakses kelenteng ini jika masuk dari sisi selatan. Bangunan kedua yaitu kelenteng utama dengan dua buah patung singa. Konon, patung singa ini didatangkan langsung dari Tiongkok. Keberadaan patung tersebut di Kelenteng Jin De Yuan sudah ada sejak tahun 1812. Bagian atap kelenteng utama berwarna coklat dan dihiasi dengan dua buah patung naga. Kedua patung naga tersebut digambarkan sedang merebut sebutir mutiara.
Beranjak ke bangunan ketiga ada tempat pembakaran uang-uangan kertas dan hio swa atau dupa. Penggambaran uang-uangan kertas dan dupa ini dimaksudkan untuk memanjatkan doa kepada para Dewa dan leluhur. Tempat pembakaran tersebut dikenal dengan nama Jin Lu. Bentuknya seperti atap dengan bagian bawahnya yang berbentuk layaknya bunga lotus.
Bagi umat Buddha dan Konghucu sendiri, hio swa atau dupa sendiri mengandung arti jalan suci dari kesatuan hati. Itulah mengapa hio swa dan uang-uangan kertas serta lilin menjadi elemen penting bagi umat Buddha dan Konghucu dalam beribadah. Kembali membahas bagian bangunan kelenteng, bangunan kelenteng Jin De Yuan memiliki lantai atas. Di lantai atas ini terdapat 29 area sembahyang bagi Dewa dan Dewi. Terdapat juga dupa gratis yang diletakkan di lantai atas ini.
Kelenteng Jin De Yuan tak hanya ramai dikunjungi umat yang akan bersembahyang saja, tetapi juga wisatawan yang ingin melihat lebih jauh bangunan bersejarah ini. Biasanya para wisatawan mengunjungi kelenteng ini setelah berjalan-jalan di area Glodok hingga kawasan pecinan Petak Sembilan.
Bagi kamu yang datang dengan menggunakan kendaraan roda empat nampaknya akan sedikit kelimpungan. Hal ini dikarenakan akses jalan menuju kelenteng sangat kecil dan letaknya berada di samping area pasar. Maka dari itu disarankan untuk datang menggunakan kendaraan roda dua atau kendaraan umum saja. Jika memang tak ada pilihan lain, wisatawan bisa memarkirkan kendaraan roda empatnya di kawasan Chinatown lalu lanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sejauh 600 meter atau setara dengan 5 menit perjalanan.
Selayaknya rumah ibadah, kelenteng ini buka setiap hari. Jam operasionalnya mulai dari pukul 6 pagi hingga 4 sore. Jika ingin hunting foto, sebaiknya wisatawan datang saat pagi hari sebelum kawasan kelenteng dipadati para umat untuk bersembahyang. Diharapkan juga wisatawan tetap menjaga ketertiban dan saling menghormati, sebagaimana kita tau bahwa fungsi utama kelenteng merupakan rumah ibadah.