Kebijakan subsidi kepada masyarakat untuk pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) telah berlaku sejak 20 Maret 2023 lalu. Pemerintah menetapkan subsidi sebesar Rp 7 juta per unit untuk motor listrik buatan Indonesia dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen.
Target kuota penerimanya pun cukup besar yakni 200.000 unit. Program subsidi tersebut berlaku hingga 31 Desember 2023 mendatang.
Saat ini terdapat 18 model sepeda motor listrik yang masuk dalam program subsidi. Jumlah dealer yang telah terdaftar dalam program subsidi saat ini baru 226 outlet. Masih ada lebih dari 100 outlet yang belum melakukan registrasi. Hal tersebut disebabkan lambatnya sosialisasi informasi mengenai program subsidi dari APM ke jaringan dealer.
Program subsidi yang dicanangkan oleh pemerintah seharusnya menjadi angin segar bagi masyarakat yang berminat untuk membeli sepeda motor listrik. Hanya saja, tidak semua kalangan masyarakat dapat menikmati subsidi tersebut.
Pemerintah menetapkan kriteria penerima subsidi pembelian sepeda motor listrik diutamakan kepada masyarakat berbasis UMKM, khususnya penerima KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan penerima BPUM (Banpres Produktif Usaha Mikro), serta pelanggan listrik dengan kategori daya 450-900 VA.
Para konsumen calon penerima subsidi terlebih dahulu mendaftar via aplikasi kendaraan listrik atau PLN Mobile. Data konsumen nantinya akan diverifikasi dan divalidasi apakah layak untuk memperoleh subsidi atau tidak.
Yang cukup mengejutkan, dari kuota sebesar 200.000 unit, yang terdaftar di aplikasi PLN Mobile baru sekitar 100an unit. Tentunya masih amat sangat jauh dari jumlah kuota yang ditargetkan
“Sampai saat ini baru 100-an unit yang tercatat, padahal kuota yang tersedia sampai 200 ribu unit,” ujar Ketua Umum Periklindo, Jend (Purn) Dr. Moeldoko, S.I.P. pada pameran kendaraan listrik Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) 2023 di Jakarta.
“Sepinya calon peserta subsidi pembelian sepeda motor listrik bukan lantaran sepinya minat masyarakat terhadap sepeda motor listrik. Namun lebih disebabkan adanya kriteria khusus yang ditetapkan untuk dapat menikmati subsidi tersebut. Jadi, pemberian subsidi benar-benar selektif dan terukur,” imbuh Moeldoko yang juga menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP).
Moeldoko mengatakan, dengan memanfaatkan subsidi kendaraan listrik, maka dari besaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen, konsumen hanya membayar sekitar 1 persen. Sisa restitusinya ditanggung oleh dealer. Hanya saja, implementasi program subsidi yang baru berjalan dua bulan ini pergerakannya terbilang lambat. Penyerapan subsidi masih sangat rendah.
Berdasarkan fakta yang ada di lapangan, tak tertutup kemungkinan pemerintah akan segera melakukan evaluasi pelaksanaan program subsidi yang saat ini tengah berjalan.
Diharapkan nantinya akan ada solusi kebijakan yang lebih sederhana dan meringankan. Win-win solution baik bagi masyarakat calon konsumen maupun bagi pihak pabrikan selaku penyedia produk. Hal tersebut tentunya untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik di dalam negeri.