Di sejumlah wilayah di Jakarta, ondel-ondel juga kerap digunakan sebagai sarana untuk mencari nafkah. Warisan budaya Betawi itu digunakan untuk mengamen. Para pengamen ondel-ondel umumnya berkelompok. Ada yang bertugas masuk ke dalam tubuh ondel-ondel, ada yang bertugas memainkan musik pengiring, dan ada pula yang bertugas memungut uang dari siapa saja yang dilewati oleh ondel-ondel.
Salah satunya adalah Iqbal (18) yang setiap sore mengamen dengan ondel-ondel bersama teman-temannya di sekitaran Pisangan Lama, Jakarta Timur. Walau berpeluh, Iqbal dan teman-temannya dengan ceria mencari rezeki dengan ondel-ondel.
“Saya kebetulan orang Betawi juga. Ya sambil cari uang bisa sambil memamerkan kebudayaan juga. Sambil melestarikan budaya,” aku Iqbal yang sudah menjadi pengamen ondel-ondel selama dua tahun terakhir.
Meski tak menentu, paling banyak Iqbal dan teman-temannya bisa mendapatkan Rp200.000 dalam sehari. Mereka pun membagi rata penghasilan tersebut dan sebagian digunakan untuk membayar sewa ondel-ondel yang mereka gunakan.
“Satu ondel-ondel sewanya Rp30.000. Sisanya lumayan lah, bisa nambah-nambah uang jajan,” kata Iqbal.
Iqbal beserta teman-temannya pun mengaku tanpa paksaan mengamen dengan ondel-ondel ini. Mereka mengatakan hanya ingin mengisi waktu sepulang sekolah sambil mencari tambahan uang saku.
“Nggak dipaksa siapa-siapa. Memang biar ada kegiatan saja. Daripada bengong atau beralih ke hal negatif. Kalau begini kan bisa sambil JJS (Jalan-Jalan Sore) bareng temen, sambil lestariin budaya juga. Iseng-iseng berhadiah lah gitu,” kata Iqbal.
Baca juga: Para perawat ikon Betawi
Baca juga: Wagub DKI: Penertibkan ondel-ondel untuk menjaga keluhuran budaya
Sejarah ondel-ondel
Fenomena ondel-ondel jadi sarana mengamen ini dipandang lain oleh sejarawan sekaligus pendiri Komunitas Historia Indonesia Asep Kambali. Ia justru menyayangkan ondel-ondel kini menjadi sarana mencari nafkah dengan cara mengamen. Dia mengatakan, ondel-ondel masa kini sudah kehilangan jati diri yang sesungguhnya.
Bagaimana tidak? Peruntukan ondel-ondel dulu dan sekarang saja sudah sangat melenceng jauh, kata Asep. Dahulu, ternyata ondel-ondel merupakan boneka raksasa yang digunakan untuk upacara menolak bala.
“Dulunya ondel-ondel ini digunakan untuk upacara sedekah bumi. Ondel-ondel adalah perwujudan dari sesuatu yang menakutkan yang mampu mengusir roh jahat. Sehingga ondel-ondel digunakan dalam ritual tolak bala,” jelas Asep.
Asep menjelaskan, dulunya tak sembarang orang bisa memainkan ondel-ondel. Orang yang masuk ke dalam ondel-ondel harus memiliki fisik yang kuat dan konon memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan roh.
Ondel-ondel pun kemudian dirasuki oleh roh tersebut dan dikendalikan oleh orang di dalamnya. Kemudian, masyarakat pun mengarak ondel-ondel tersebut keliling kampung dengan maksud menolak bala.
Musik yang digunakan untuk mengiringi arak-arakan tersebut juga bukan yang mengalun merdu. Musik tersebut biasanya dibuat mendebarkan dan mengagetkan seperti musik barongsai, kata Asep.
Biasanya ritual ini dilakukan ketika sebelum dan sesudah panen. Masyarakat melakukan ritual ini dengan harapan bisa mengusir roh jahat supaya panen mereka sukses.
Fisik ondel-ondel pun juga menyeramkan dan bertaring. Rambutnya berantakan serta bajunya tak segagah hari ini. Ondel-ondel juga tak memiliki gender seperti saat ini. Oleh sebab itu Asep menilai ondel-ondel sudah mengalami pergeseran nilai-nilai yang sungguh berbeda.
“Dulu ondel-ondel itu menyeramkan. Beda sama sekarang. Saya saja dulu takut sama ondel-ondel waktu kecil,” kata Asep.
Sementara itu menurut informasi dari laman resmi Warisan Budaya Takbenda Indonesia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), ondel-ondel dahulu bernama barongan yang berarti serombongan.
Awal keberadaan ondel-ondel hingga kini belum didapatkan angka tahun pastinya. Namun menurut perkiraan para ahli, ondel-ondel sudah ada di Jakarta berabad-abad yang lalu.
Pedagang Inggris bernama W. Scot mencatat dalam bukunya, jenis boneka seperti ondel-ondel sudah ada pada 1605.
Ondel-ondel berbentuk bonea raksasa dengan tinggi 2,5 meter. Rambutnya diberi hiasan kembang kelapa. Garis tengah tubuhnya sebesar 80 cm. Wajahnya dibuat dari kayu dengan mata yang melotot.
Ondel-ondel laki-laki dan perempuan juga memiliki warna yang bereda. Ondel-ondel laki-laki wajahnya dicat merah, warna yang dianggap mempunyai kekutan atau keberanian. Sementara ondel-ondel perempuan memiliki warna kuning, warna yang dianggap memiliki kehalusan dan ketulusan.
Asa untuk ondel-ondel di masa depan
Dengan pergeseran dan perubahan tersebut, Asep pun sangat menyayangkan ondel-ondel kini digunakan sebagai sarana mengamen. Sebagai sejarawan, Asep berharap ada cara yang lebih layak untuk melestarikan dan mengenalkan ondel-ondel terhadap generasi muda.
“Ini menurunkan citra, menurunkan martabat. Menurut saya ini sangat menyedihkan. Dari tahun ke tahun juga semakin mengkhawatirkan. Mungkin pada akhirnya, ondel-ondel nantinya hanya sekedar simbol. Hanya untuk hiasan. Tradisi menolak balanya saja sekarang sudah tidak ada,” ujar Asep.
Menurut Asep, banyak cara yang baik untuk melestarikan salah satu budaya khas Betawi ini. Misalnya saja memberikan ruang untuk penampilan ondel-ondel. Meski tak persis seperti zaman dahulu, namun setidaknya dibuatkan panggung atraksi budaya untuk menunjukkan ondel-ondel yang sesungguhnya.
“Dibuat satu ritual tapi tidak ada unsur syiriknya. Cukup sekedar atraksi budaya agar generasi masa kini paham dan ondel-ondel tidak kehilangan jati dirinya,” Kata Asep.
Dari sisi perajin ondel-ondel, Hanif pun sebenarnya menyayangkan boneka unik khas DKI Jakarta ini dijadikan sebagai sarana mengamen. Namun di sisi lain, dia pun memandang hal ini bisa membawa ondel-ondel semakin dekat dengan masyarakat sehingga lebih dikenal.
“Mungkin ada sisi negatifnya. Tapi positifnya jadi dikenal orang juga. Harapannya pemerintah ngasih tempatlah jadi ada yang resmi. Kita juga bisa nyari nafkah sekaligus lestarikan ondel-ondel dengan cara yang layak,” kata Hanif.
Sebagai orang Betawi asli, Mardali juga menyayangkan ondel-ondel dijadikan sebagai sarana mengamen. Dia juga menyayangkan pengamen ondel-ondel diberikan edukasi.
Dia berharap pemerintah memiliki tindakan yang tegas juga serius dalam menjaga warisan budaya bangsa. Jika terabaikan juga tidak diberi ruang, lama-lama budaya bangsa bisa saja kehilangan makna seperti ondel-ondel atau lebih parahnya diklaim oleh pihak lain.
Baca juga: Omzet menjanjikan dari merawat budaya di rumah produksi ondel-ondel
Baca juga: Ondel-ondel dari botol bekas membawa berkah
Baca juga: Perajin manfaatkan botol air mineral jadi miniatur ondel-ondel
Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Alviansyah Pasaribu
COPYRIGHT © ANTARA 2023